Malas Mengajar??????????????????


Fakta yang terjadi dikalangan guru seperti kerap datang terlambat, beristirahat melebihi waktu yang semestinya, meninggalkan sekolah pada jam mengajar tanpa ijin, pulang sebelum waktunya, dan sebagainya merupakan suatu akibat. Akibat-akibat tersebut ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Tidak adanya perbedaan perlakuan yang diterima oleh guru.
Dapat dilihat bahwa pada umumnya guru yang malas tidak pernah mendapat sanksi, kecuali berupa teguran bahkan cenderung diabaikan. Sedangkan guru yang rajin tidak pernah mendapat penghargaan meskipun sekedar ucapan yang menggembirakan. Memang pada dasarnya guru tidak memerlukan penghargaan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa adanya penghargaan merupakan nilai lebih yang dapat dijadikan motivasi. Sedangkan sikap atasan yang sama terhadap guru yang malas dan guru yang rajin dapat melemahkan semangat guru (yang rajin) dalam menjalankan tuggas keguruannya.

2. Tidak adanya perbedaan nasib
Dalam hal ini yang dimaksud nasib adalah hal-hal yang berkaitan dengan reward yang diterima oleh guru seperti kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, atau dalam hal DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan). Guru yang malas, yang bahkan tidak mengerjakan administrasi kelas (seperti program semester, analisis hasil penilaian, dan sebagainya) pada kenyataannya tetap mendapatkan kenaikan gaji berkala dan berhasil naik pangkat. Dalam DP3 memang terdapat perbedaan jumlah nilai antara guru yang satu dengan guru lain, namun kenyataannya semua dinilai ”baik”. Dari kenyataan tersebut tentunya tidak mustahil jika guru yang semula rajin akan terbawa arus menjadi malas karena merasa tidak ada keadilan.

3. Kurangnya fasilitas untuk mengembangkan diri
Permasalahan ini khususnya pada guru yang memiliki semangat mengajar tinggi dan menginginkan adanya perubahan agar lebih baik. Sebenarnya sosok guru seperti ini benar-benar ada. Sosok guru yang amat bersemangat menjalankan tugas, rajin membina diri, giat belajar atau ingin melanjutkan studi. Namun ada kalanya hal itu terhambat biaya. Dan yang lebih disayangkan lagi tidak adanya program dari pemerintah yang mendukung atau memberi kesempatan bagi guru yang ingin mengembangkan diri.

4. Atasan yang pilih kasih
Selalu ada saja atasan yang berlaku pilih kasih. Misalnya atasan akan bersikap baik atau memberi nilai tinggi pada guru yang sering memberikan buah tangan untuknya atau atasan berlaku baik pada guru yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan kepala dinas atau atasan yang lebih tinggi (istri, suami, adik, keponakan, dan sebagainya). Sedangkan rekan guru yang lain mendapat perlakuan sebaliknya.

5. Adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh atasan
Atasan yang berwenang mengelola sekolah melalui kebijakan-kebijakan, harusnya atasan dapat membuat kebijakan yang tepat. Saat atasan mengambil kebijakan yang salah atau menyimpang dari aturan semestinya, dan ada guru yang berusaha mengingatkan, justru guru tersebut disalahkan. Guru tersebut justru dianggap tidak bisa diajak kompromi, tidak dapat diajak kerjasama. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi semangat mengajar guru karena akan timbul perasaan tidak dihargai dan tidak didengar.

6. Lingkungan mengajar yang tidak kondusif

Lingkungan sangat berpengaruh bagi tinggi rendahnya semangat mengajar guru. Jika rekan-rekan guru di lingkunagn tersebut memiliki semangat tinggi tentunya guru yang semula malas akan terbawa suasana semangat. Namun sebaliknya, jika rekan-rekan guru di lingkungan tersebut memiliki semangat yang rendah tidak mustahil jika guru yang rajin akan terbawa arus.

0 komentar:

Posting Komentar